Pandangan Yusuf Qardhawi Terhadap Seni Rupa Islam
Mr. King Bohye | 7:51 AM |
Agama
SENI KEINDAHAN YANG TERLIHAT (SENI LUKIS, KALIGRAFI)
At-Tashwir (Melukis) dalam Perspektif Islam
At-Tashwir (Melukis) dalam Perspektif Islam
Al Qur'an menjelaskan tentang melukis atau menggambar, bahwa itu merupakan salah satu perbuatan Allah SWT. Dia yang telah memberi rupa yang indah, terutama terhadap makhluk hidup, dan utamanya lagi manusia. Allah SWT berfirman:
"Dialah (Allah) yang memberi rupa kamu di dalam perut (ibumu) sebagaimana dikehendaki-Nya..." (Ali Imran: 6)
"Dan telah memberi rupa kamu dengan sebaik-baik rupa (bentuk)." (At-Taghabun: 3)
"Yang telah menciptakan kamu lalu menryempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu." (Al Infithar: 7-8)
Al Qur'an juga menjelaskan bahwa sesungguhnya di antara Asma Allah Al Husna adalah "Al Mushawir," sebagaimana di dalam firman Allah SWT,
"Dialah Allah Yang Menciptakan Nama-nama yang Paling Baik ..." (Al Hasyr: 24)
Demikian juga Al Qur'an relah menyebutkan patung-patung di dua tempat; pertama, patung-patung yang dicela dan diingkari, yaitu melalui lisan Ibrahim as, di mana kaumnya telah menjadikan patung-patung itu sebagai sesembahan. Maka Ibrahim mengingkarinya, sambil mengatakan, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya." (Al Anbiya': 52-53)
Yang kedua, disebutkan oleh Al Qur'an dalam nada memberikan karunia kepada Sulaiman as, yang telah ditundukkan kepadanya angin dan jin yang siap bekerja di sisinya atas seizin Tuhannya. Firman Allah.
"Para jin itu bekerja untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dangedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku)..." (Saba':13)
HUKUM MELUKIS MENURUT SUNNAH NABI
Adapun Sunnah telah dipadati dengan hadits-hadits shahih, yang sebagian besar mencela gambar dan orang-orang yang menggambar, bahkan sebagian hadits-hadits itu sangat keras dalam melarang dan mengharamkan serta memberikan ancaman kepada mereka, sebagaimana tidak boleh mengambil dan memasang gambar-gambar itu di rumah, dan menjelaskan bahwa malaikat tak mau masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambarnya.
Malaikat merupakan penyebab datangnya rahmat Allah SWT, ridha dan berkah-Nya. Maka apabila dia tidak mau masuk ke dalam rumah, itu berarti bahwa pemilik rumah itu tidak mendapatkan rahmat, ridha dan berkah dari Allah SWT.
Barangsiapa yang merenungkan makna hadits-hadits mengenai lukisan -dan tindakan memasangnya- serta memperbandingkan antara yang, satu dengan yang lainnya, maka akan jelas bahwa larangan, pengharaman dan ancaman di dalam hadits-hadits itu tidak asal-asalan. Tidak pula apriori, tetapi dibelakanganya ada sebab dan alasan, tujuan yang jelas di mana syara' sangat memelihara dan mewujudkannya.
Menggambar sesuatu yang diagungkan dan dikultuskan
Sebagian gambar (patung) dimaksudkan untuk mengagungkan yang digambar. Ini pun bertingkat-tingkat, dari sekedar peringatan sampai ke tingkat pengkultusan, bahkan sampai pada beribadah kepadanya.
Sejarah watsanniyat (keberhalaan) membuktikan bahwa mereka berawal dari pembuatan gambar atau patung untuk kenang-kenangan, tetapi kemudian sampai pada tingkat pengkultusan dan beribadah.
Ahli tafsir menjelaskan tentang firman Allah SWT melalui lisan Nuh AS, "Dan mereka berkata, "Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwa', yaghuts, ya'uq dan nasr." (Nuh: 23) "Bahwa nama berhala yang telah disebutkan dalam ayat tersebut semula adalah nama-nama orang-orang shalih, tetapi ketika mereka meninggal dunia, syetan membisiki kaum mereka agar memasang di majelis-majelis mereka dan menamakan mereka dengan namanya. Maka kaum itu pun melakukannya. Semula tidak disembah, tetapi setelah generasi mereka hancur dan ilmu telah dilupakan, ketika itulah patung-patung tersebut disembah." (HR. Bukhari)
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW sakit beliau menyebutkan kepada sebagian isterinya, bahwa ada gereja yang diberi nama "MARlA." Saat itu Ummu Salamah dan Ummu Habibah datang ke bumi Habasyah, maka keduanya menceritakan bagusnya gereja itu dan di dalamnya terdapat patung-patung. Maka Rasulullah SAW mengangkat kepalanya, lalu mengatakan, "Mereka itu apabila ada orang di kalangan mereka yang mati mereka membangun masjid di kuburannya, kemudian mereka meletakkan gambar patung di atasnya, mereka itulah seburuk-buruk makhluk Allah." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Satu hal yang dimaklumi bahwa gambar-gambar patung itu adalah yang paling laku di kalangan orang-orang kafir watsaniyah. Sebagaimana terjadi pada kaum Nabi Ibrahim, di kalangan masyarakat Mesir kuno, bangsa Yunani, Rumawi dan India sampai hari ini.
Kaum Nasrani ketika berada di bawah kekuasaan Konstantinopel Imperium Rumawi telah banyak dimasuki oleh ornamen-ornamen watsaniyah dari Rumawi.
Barangkali sebagian hadits yang mengancam keras terhadap gambar adalah dimaksudkan untuk mereka yang membuat tuhan-tuhan palsu dan sesembahan yang beraneka ragam di kalangan ummat yang bermacam-macam, demikian itu seperti haditsnya Ibnu Mas'ud RA, marfu':
"Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya di sisi Allah adalah orang-orang yang menggambar." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Imam Nawawi berkata, "Ini dimaksudkan bagi orang yang membuat patung untuk disembah, dia adalah pembuat berhala dan sejenisnya. Ini adalah kafir yang sangat berat siksanya. Ada juga yang mengatakan, "Ini maksudnya adalah untuk mengungguli ciptaan Allah SWT dan ia meyakini hal itu, maka ini kafir yang lebih berat lagi siksanya daripada orang kafir biasa, dan siksanya bertambah karena bertambah buruknya kekufuran dia." 26)
Sesungguhnya Imam Nawawi mengemukakan hal tersebut, padahal dia termasuk orang-orang yang keras di dalam mengharamkan gambar dan pembuatannya. Karena tidak terbayangkan menurut tujuan syari'i bahwa tukang gambar biasa itu lebih berat siksanya daripada orang yang membunuh, berbuat zina, peminum khamr, pemakan riba dan pemberi saksi palsu dan yang lainnya dari orang-orang yang berbuat dosa-dosa besar dan kerusakan.
Masyruq pernah meriwayatkan hadits Ibnu Mas'ud -yang telah disebutkan- ketika dia dan temannya masuk ke sebuah rumah yang di dalamnya ada patung-patung, maka Masruq berkata, "Ini adalah patung-patung Kisra," temannya berkata pula, "Ini adalah patung-patung Maryam," maka kemudian Masruq meriwayatkan haditsnya.
Menggambar Sesuatu yang dianggap termasuk Syi'ar Agama Lain
Yang lebih mendekati dari jenis pertama adalah gambar yang menunjukkan syi'ar agama tertentu selain agama Islam. Seperti salib menurut orang-orang Nasrani, maka setiap gambar yang berbentuk salib itu diharamkan, dan wajib bagi seorang Muslim menghilangkannya.
"Aisyah RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak membiarkan di rumahnya sesuatu yang berbentuk salib kecuali merusaknya (HR. Bukhari)
Mengungguli Ciptaan Allah
Mengungguli ciptaan Allah SWT, dengan pengakuan bahwa ia juga menciptakan seperti Allah SWT. Yang jelas hal ini terkait erat dengan tujuan (motivasi) dari pelukisnya. Meskipun ada juga yang berpendapat bahwa setiap orang yang menggambar itu berarti merasa mengungguli ciptaan Allah.
'Aisyah RA meriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda, "Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang mengungguli ciptaan Allah." (Muttafaqun 'alaih)
Ancaman yang keras ini memberi satu pengertian bahwa mereka itu bermaksud mengungguli ciptaan Allah. Inilah makna yang dikemukakan oleh Imam Nawawi di dalam syarah Muslim, karena tidak bermaksud demikian kecuali orang yang kafir.
Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman (dalam hadits qudsi), "Siapakah yang lebih menganiaya daripada orang yang pergi untuk mencipta seperti ciptaanku (melukis), maka hendaklah mereka menciptakan jagung, dan hendaklah menciptakan biji-bijian, atau hendaklah menciptakan gandum." (Muttafaqun 'alaih)
lni menunjukkan kesenjangan dan maksud untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Inilah rahasia tantangan Allah SWT terhadap mereka pada hari kiamat, saat dikatakan kepada mereka, "Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan!," ini perintah untuk melemahkan, sebagaimana pendapat ahli ushul.
Gambar atau Lukisan Termasuk Fenomena Kemewahan
Jika gambar itu di jadikan sebagai sarana kemewahan, maka ini termasuk yang tidak diperbolehkan. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW di rumahnya.
'Aisyah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW pernah keluar dalam peperangan, maka 'Aisyah pernah memasang kain untuk tutup (gorden) di pintunya. Ketika Nabi SAW datang, beliau melihat penutup itu, maka Rasulullah SAW menarik dan merobeknya, kemudian bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita untuk memberi pakaian batu atau tanah liat." 'Aisyah berkata, "Maka kami memotongnya dari kain itu untuk dua bantal dan kami isi bantal itu dengan kulit pohon yang tipis kering, maka beliau tidak mencela itu kepadaku ." (Muttafaqun 'alaih)
Keterangan seperti dalam hadits ini "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita," berarti itu tidak wajib dan tidak sunnah, tetapi lebih menunjukkan makruh tanzih. Sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi (di dalam syarah Muslim), bahwa rumah Rasulullah SAW haruslah menjadi uswah dan teladan bagi manusia untuk dapat mengatasi keindahan dunia dan kemewahannya.
Ini dikuatkan oleh hadits Aisyah lainnya, beliau mengatakan, "Kami pernah mempunyai gorden yang bergambar burung, sehingga setiap orang yang mau ke rumah kami, dia selalu melihatnya (menghadap). Maka Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Pindahkan gambar ini, sesungguhnya setiap aku masuk (ke rumah ini) aku melihatnya, sehingga aku ingat dunia." (HR. Muslim)
Di dalam hadits lain juga diriwayatkan oleh Qasim bin Muhammad, dari 'Aisyah ra, sesungguhnya 'Aisyah pernah mempunyai baju yang ada gambarnya yang dipasang di pintu, dan Nabi kalau shalat menghadap gambar itu. Maka Nabi bersabda, "Singkirkan dariku, 'Aisyah berkata, "Maka aku singkirkan dan aku buat untuk bantal."
Ini semuanya menunjukkan bahwa kemewahan dan kenikmatan, termasuk makruh, bukan haram, tetapi Imam Nawawi mengatakan. "Ini difahami sebelum diharamkannya mengambil gambar, oleh karena itu Nabi SAW masuk melihatnya, tetapi tidak mengingkarinya dengan keras." (Syarah Muslim)
Artinya Imam Nawawi berpendapat bahwa hadits-hadits yang zhahirnya haram itu menasakh (menghapus) terhadap hadits ini tetapi nasakh ini tidak bisa ditetapkan sekedar perkiraan. Karena penetapan nasakh seperti ini harus didukung oleh dua syarat; pertama, benar-benar terjadi pertentangan antara dua nash, yang tidak mungkin dikompromikan di antara keduanya, padahal masih mungkin dikompromikan, yaitu dengan maksud bahwa hadits-hadits yang mengharamkan itu artinya mengungguli ciptaan Allah SWT atau khusus untuk gambar yang berbentuk (yang memiliki bayangan).
Yang kedua, artinya harus mengetahui mana yang terakhir dari nash itu, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang diharamkan itu yang terakhir. Bahkan menurut pendapat Imam Thahawi di dalam kitab "Musykilul Atsar" sebaliknya, di mana mula-mula Islam sangat hersikap keras dalam masalah gambar, karena masih berdekatan dengan masa jahiliyah, kemudian diberikan keringanan untuk gambar-gambar yang tidak berbentuk, artinya yang menempel di kain dan lainnya.
Di dalam hadits lainnya 'Aisyah RA meriwayatkan bahwa ia membeli bantal kecil yang bergambar, maka ketika Rasulullah SAW melihatnya lalu berdiri di hadapan pintu, tidak mau masuk. Kata 'Aisyah, "Aku melihat dari wajahnya ketidaksukaan." Maka aku berkata, "Wahai Rasululiah SAW, aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, dosa apakah yang aku lakukan?," maka Nabi bersabda, "Untuk apa bantal kecil ini?" saya menjawab, "Saya membelinya untukmu agar engkau bisa duduk di atasnya dan bisa engkau tiduri," maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, "Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan."
Rasulullah SAW juga bersabda, "Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar, tidak dimasuki malaikat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
26) Syarah Nawawi'Ala Muslim: 14/91
BEBERAPA RENUNGAN TENTANG FIQIH HADITS
Dalam suasana itu ketika seni menggambar sudah ada sejak masa kenabian, terdapat sebagian hadits-hadits yang mengharamkan. Tidak heran jika hadits-hadits itu bersikap keras dalam masalah tersebut, meskipun kekerasan di dalam membuat gambar itu lebih banyak daripada kekerasan mengambilnya, karena sebagian gambar yang diharamkan untuk membuatnya diperbolehkan untuk menggunakannya. Dalam hal ini untuk penggunaan yang sepele, seperti untuk gorden, bantal dan lainnya sebagaimana yang kita baca dalam haditsnya 'Aisyah.
Dan di antara hadits yang diriwayatkan mengenai larangan menggambar adalah hadits yang diriwayatkan oleh Shahihain dari Ibnu Abbas, marfu', "Setiap pelukis itu di neraka, yang akan menjadikan nyawa untuk setiap gambar yang ia buat, lalu akan menyiksanya di neraka Jahanam."
Di dalam riwayat Imam Bukhari dari Sa'id bin Abil Hasan ia berkata, "Aku pernah berada di sisi Ibnu Abbas ra, tiba-tiba datang kepadanya seorang laki-laki maka orang itu berkata, "Wahai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku ini adalah seseorang yang sumber ma'isyah saya dan kerajinan tanganku, dan sesungguhnya aku tukang membuat lukisan-lukisan ini." Maka Ibnu Abbas berkata, "Saya tidak akan berbicara denganmu kecuali dengan apa yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW beliau bersabda. "Barangsiapa melukis suatu gambar, sesungguhnya Allah akan menyiksanya, sehingga akan diberikan nyawa padanya, sementara dia tidak bisa meniupkan ruh ke dalamnya selama-lamanya. Maka orang itu kemudian merasa sakit hati. Berkata Ibnu Abbas, "Celaka kamu, jika kamu tetap tidak mau kecuali harus membuat juga, maka buatlah gambar pohon, dan segala sesuatu yang tidak bernyawa."
Imam Muslim meriwayatkan dari Hayyan bin Hushain, ia berkata, "Berkata kepadaku Ali bin Abi Thalib RA, "Saya akan menyampaikan sesuatu kepadamu sebagaimana Rasulullah SAW telah menyampaikan sesuatu padaku, yaitu hendaklah kamu tidak membiarkan gambar kecuali kamu menghapusnya. dan tidak membiarkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan."
Imam Muslim juga meriwayatkan dari 'Aisyah ra, ia berkata, Jibril pernah berjanji kepada Rasulullah SAW bahwa ia akan datang pada suatu saat yang ditentukan. Maka tibalah saat yang ditentukan itu, tetapi Jibril belum juga tiba. Saat itu Nabi memegang tongkat, maka tongkat itu dilemparkan oleh Nabi dari tangannya, seraya berkata, "Allah dan para utusan-Nya tidak akan mengingkari janji," kemudian Nabi berpaling, ternyata ada anak anjing di bawah tempat tidur, maka Nabi berkata, "Wahai 'Aisyah, kapan anjing ini masuk?" Aisyah berkata, "Demi Allah saya tidak tahu, maka Nabi memerintah untuk mengeluarkan anak anjing itu, sehingga datanglah Jibril. Maka Rasulullah SAW berkata, "Engkau telah berjanji kepadaku, maka aku duduk menunggumu, tetapi kamu tidak kunjung datang!" Jibril berkata, "Telah mencegahku anjing yang ada di rumahmu, sesungguhnya kami tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung)" (HR. Muslim)
Dengan demikian maka kita mengetahui sesungguhnya ada sejumlah hadits yang membahas tentang menggambar dan gambarnya. Bahkan sedikit, sebagaimana anggapan sebagian ulama yang menulis tentang demikian itu, sungguh telah diriwayatkan oleh sejumlah para sahabat, di antaranya adalah Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, 'Aisyah, Ali, Abu Hurairah yang kesemuanya adalah shahih.
Telah terjadi ikhtilaf (beda pendapat) di kalangan fuqaha' mengenai masalah menggambar ini berdasarkan hadits-hadits tersebut, dan yang paling keras adalah Imam Nawawi yang telah mengharamkan setiap gambar yang bernyawa, baik manusia atau binatang, baik yang berbentuk atau tidak, baik dijadikan sebagai profesi atau tidak. Tetapi beliau memperbolehkan gambar yang dijadikan sebagai profesi untuk dipergunakan, meskipun pekerjaan menggambarnya tetap haram, seperti orang yang menggambar di gorden, bantal atau yang lainnya.
Akan tetapi para fuqaha' salaf sebagian ada yang mengatakan bahwa pengharaman itu khusus untuk gambar yang berbentuk, yang ada bayangannya, inilah yang dinamakan patung, karena ini mirip dengan berhala-berhala. Dan ini pula yang dianggap mengungguli ciptaan Allah SWT, karena makhluk yang dicipta oleh Allah itu berbentuk. Allah SWT berfirman,
"Dialah yang membentuk (memberi rupa) kamu di dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya." (Ali Imran: 6)
Pendapat ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Khaththabi, kecuali yang berlebihan, seperti gambar-gambar yang diperjualbelikan berjuta-juta dan lain sebagainya.
Dikecualikan dari gambar yang berbentuk adalah mainan anak-anak seperti boneka yang berbentuk orang, kucing, anjing atau kera, karena itu tidak dimaksudkan untuk diagungkan, dan anak-anak biasanya bermain-main dengan itu.
Dasar dari hal itu adalah hadits 'Aisyah ra, bahwa ia pernah bermain-main dengan boneka teman-temannya, dan Nabi merasa gembira dengan kedatangan mereka.
Termasuk yang dikecualikan adalah patung-patungan atau gambar yang dibuat dari manisan atau permen dan diperjualbelikan pada musim-musim tertentu, kemudian setelah itu dimakan.
Termasuk juga yang dikecualikan adalah patung-patung yang sudah dirusak bentuknya seperti dipotong kepalanya, sebagaimana tersebut di dalam hadits Jibril as, ia berkata kepada Rasulullah SAW "Perintahkan agar kepala patung itu dipenggal sehingga seperti bentuk pohon"
Adapun patung-patung setengah badan yang dipasang di alun-alun atau di tempat lainnya yaitu patung raja-raja dan para pemimpin, itu tidak keluar dari lingkup larangan, karena masih tetap diagungkan.
Cara Islam di dalam mengabadikan sejarah para pembesar dan para pahlawan itu berbeda dengan cara Barat. Islam mengabadikan mereka dengan penyebutan yang baik, dan sirah (perjalanan hidup) yang baik yang di sampaikan oleh generasi masa lalu kepada generasi kini untuk dijadikan sebagai teladan dan uswah. Dengan demikian para Nabi, sahabat, Imam, pahlawan dan orang-orang rabbani disebut-sebut oleh lesan kita, meskipun tidak di gambar atau dijadikan patung kemudian di pasang di jalan-jalan.
Karena berapa banyak patung-patung yang tidak dikenal oleh manusia, siapakah sebenarnya tokoh yang dipatungkan itu. Seperti contohnya patung "Ladzu Ghali" di jantung Kairo Mesir. Dan berapa banyak patung-patung yang dilewati oleh manusia tetapi justru dilaknat oleh manusia itu sendiri.
GAMBAR FOTOGRAFI
Tidak diragukan lagi, bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan menggambar dan melukis yang dilarang adalah tertuju pada gambargambar yang dipahat atau dilukis, sebagaimana yang telah kami terangkan.
Adapun fotografi yang diambil dengan kamera, itu termasuk barang baru yang di masa Rasulullah SAW belum ada, juga di masa salafus shalih. Apakah itu juga termasuk larangan yang dimuat dalam hadits-hadits tersebut di atas?
Bagi para ulama yang mengharuskan larangan itu pada patung-patung yang berbentuk, maka ini tidak termasuk yang diharamkan, terutama yang tidak utuh sempurna (satu badan).
Adapun pendapat ulama lainnya, apakah fotografi itu disamakan dengan lukisan ataukah tidak--karena alasan untuk mengungguli ciptaan Allah--di sini tidak ada, sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ushul.
Sesungguhnya pendapat yang jelas dalam hal ini adalah apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad Bakhit (Mufti Mesir) dalam risalahnya "Al Jawaabusy-Syafi fi lbaahatit-Tashwir Al Futugrafi." Bahwa sesungguhnya fotografi itu adalah pengambilan gambar yang sudah ada. Dia tidak termasuk membuat gambar yang dilarang, karena yang dilarang adalah membuat gambar yang semula belum ada atau belum dibuat sebelumnya untuk mengungguli ciptan Allah SWT. Hal ini tidak ada pada pengambilan gambar dengan alat kamera."
Ini sebagaimana telah menjadi ketetapan suatu hukum, bahwa esensi gambar itu mempunyai pengaruh di dalam menentukan hukum haram dan tidaknya. Dan tidak ada seorang Muslim pun yang tidak setuju haramnya gambar yang esensinya bertentangan dengan masalah aqidah atau syari'at dan akhlaq. Seperti gambar-gambar wanita telanjang atau setengah telanjang, menampakkan bagian-bagian tubuh wanita yang merangsang, melukis dan menggambarnya di berbagai tempat yang merangsang syahwat dan membangkitkan keinginan terhadap dunia, sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat kabar dan gedung-gedung film. Semua itu tidak diragukan keharamannya dan keharaman menggambarnya, keharaman mengedarkan gambar-gambar tersebut, keharaman memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, majalah-majalah, dan dinding, serta keharaman melihat gambar tersebut.
Termasuk foto yang diharamkan adalah foto-foto atau gambar orang-orang kafir, orang-orang zhalim dan orang-orang fasik, dan wajib bagi seorang Muslim untuk memusuhi mereka dan membenci mereka karena Allah. Maka tidak halal bagi seorang Muslim untuk menggambar atau mengambil gambar seorang pemimpin yang mengingkari wujudnya Allah atau orang musyrik yang menyekutukan Allah. Atau orang Yahudi atau Nasrani yang mengingkari kenabian Muhammad SAW. Atau orang-orang yang mengaku Islam tetapi tidak berhukum pada apa yang diturunkan Allah. Atau orang yang menyebarkan kemaksiatan dan kerusakan di masyarakat.
Termasuk juga gambar-gambar yang melambangkan kekafiran seperti simbol-simbol, berhala-berhala dan lain-lainnya.
KESIMPULAN HUKUM TENTANG GAMBAR (LUKISAN) DAN PARA PELUKISNYA
Di sini bisa kita simpulkan mengenai hukum lukisan dan para pelukisnya secara ringkas sebagai berikut:
A. Jenis lukisan (gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
B. Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
C. Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempat-tempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
D. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
E. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisan-lukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orang-orang zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
F. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
G. Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
H. Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
I. Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
BEBERAPA MODEL PENAKWILAN
Di antara para ulama, ada sebagian yang mencoba menakwilkan hadits-hadits shahih tentang haramnya gambar dan mengambilnya agar mereka bisa mengatakan itu semua diperbolehkan, sampai yang berbentuk sekalipun.
Sebagaimana yang diceritakan oleh Abu 'Ali Al Farisi di dalam tafsirnya, dari orang yang memahami bahwa kata-kata "Al Mushawwirin" dalam hadits tersebut maksudnya adalah orang-orang yang membuat gambar yang berbentuk, yang menyerupai ciptaan Allah SWT. Ini dikemukakan oleh Abu Ali Al Farisi di dalam kitabnya Al Hujjah. Pendapat ini berlebihan dan tidak kuat.
Sebagaimana juga orang yang menyandarkan kepada apa yang diperbolehkan bagi Sulaiman AS, yang disebutkan dari dalam Al Qur'an sebagai berikut,
"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dan gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung. . ." (Saba': 1 3)
Mereka yang berpendapat demikian ini tidak menyertakan nasakhnya dalam syari'at kita bahwa dia telah dimansukh (dihapus). Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja'far An-Nahhas, dan setelah itu diceritakan juga oleh Makky dalam tafsirnya "Al Hidayah ila Bulughin-Nihaayah."
Seperti juga orang (ulama) yang memahami larangan di sini sekedar makruh, dan sesungguhnya kekerasan hukum itu teriadi ketika manusia masih dekat dengan masa jahiliyah, padahal sekarang kondisinya telah berubah.
Pendapat ini bathil, karena saat ini masih banyak orang yang beragama Watsani, bahkan berjuta-juta jumlahnya. Memang pendapat ini pernah dikatakan oleh ulama sebelum mereka, tetapi dicounter oleh Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, bahwa pendapat ini tidak benar karena dia menghilangkan alasan yang dikemukakan oleh syari' (hadits), yaitu mereka telah mengungguli ciptaan Allah SWT. Ibnu Daqiq mengatakan, "Alasan ini berlaku secara terus-menerus secara umum, tidak dibatasi oleh masa, dan bukan wewenang kita untuk mengalihkan makna nash-nash yang jelas dengan makna yang bersifat khayalan." 27)
Yang jelas bahwa pendapat ini tidak bisa memberi kepuasan kepada akal seorang Muslim, selain itu tidak sesuai dengan peradaban Islam dan kehidupan yang Islami, meskipun hal itu dilakukan oleh sebagian manusia di sebagian negara, sebagaimana yang kita lihat di Istana Merah di Granada, Andalusia (Spanyol).
27) Lihat Al Ahkam Syarah 'Amdatul Ahkam, Ibnu Daqaiq Al 'Id: 2/171, 173
ALTERNATIF UMUM BAGI PERADABAN ISLAM
Akan tetapi budaya Islam tidak menghendaki adanya gambar-gambar manusia dan binatang, terutama yang berbentuk dan telanjang. Yang dikehendaki adalah yang selain itu (yang tidak bernyawa) dan sesuai dengan aqidah tauhid, bukan yang berbentuk dan identik dengan patung-patung yang disembah, dengan segala macamnya dan tingkatannya.
Dari sinilah maka seni Islam itu beralih kepada bentuk lain yang juga sangat indah dan menarik, seperti yang nampak pada lukisan-lukisan kaligrafi dan hiasan-hiasan yang dibuat oleh seniman Muslim. Sebagaimana terlihat di masjid-masjid, mushaf, gedung-gedung, rumah-rumah dan tempat lainnya di dinding, atap, pintu dan jendela. Bahkan kadang-kadang di lantai dan pada alat-alat perkakas rumah tangga, sprei, sarung bantal, pakaian dan gagang pedang. Dengan menggunakan bahan-bahan dari batu, marmer, kayu, semen, kulit, kaca, kertas, besi, tembaga dan bahan tambang lainnya, yang beraneka ragam.
Termasuk lukisan/hiasan yang menarik adalah kaligrafi Arab dengan berbagai model, tsuluts, naskh, riq'ah, farisi, diwani, kufi dan lainnya. Kaligrafi itu ditulis oleh para khathath (ahli khat) yang ahli, sehingga terlihat sangat indah dan menarik.
Seni kaligrafi dan hiasan itu banyak dipergunakan untuk penulisan mushaf Al Qur'an dan ornamen di masJid-masjid, sebagaimana yang masih bisa kita lihat di Masjid Nabawi, Masjid Qubbatus-Sakhrah (Palestina) Masjid Jami' Al Umawi di Damascus Syiria, Masjid Sultan Ahmad dan Maslid As-Sulaimaniyah di Istanbul Turki, Masjid Sultan Hasan dan Jami' Muhammad Ali di Kairo dan masih banyak lagi masjid di seluruh penjuru dunia Islam yang lainnya.
Terlihat juga seni Islam di bangunan-bangunan megah. Ada ahli sejarah yang mengatakan, "Sesungguhnya seni bangunan itu sebaik-baik yang menampilkan tentang seni Islam, dan ini telah terbukti di berbagai tempat, seperti yang ada di India, ada satu tempat yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang menggambarkan keindahan arsitektur Islam, itulah "Taj Mahal."
Demikianlah, dilarangnya melukis dan memahat (makhluk hidup) tidak menjadi penyebab terpuruknya dunia seni Islam. Bahkan menjadikan seni Islami memiliki ciri khas yang menarik dan keindahan tersendiri.
"Dialah (Allah) yang memberi rupa kamu di dalam perut (ibumu) sebagaimana dikehendaki-Nya..." (Ali Imran: 6)
"Dan telah memberi rupa kamu dengan sebaik-baik rupa (bentuk)." (At-Taghabun: 3)
"Yang telah menciptakan kamu lalu menryempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu." (Al Infithar: 7-8)
Al Qur'an juga menjelaskan bahwa sesungguhnya di antara Asma Allah Al Husna adalah "Al Mushawir," sebagaimana di dalam firman Allah SWT,
"Dialah Allah Yang Menciptakan Nama-nama yang Paling Baik ..." (Al Hasyr: 24)
Demikian juga Al Qur'an relah menyebutkan patung-patung di dua tempat; pertama, patung-patung yang dicela dan diingkari, yaitu melalui lisan Ibrahim as, di mana kaumnya telah menjadikan patung-patung itu sebagai sesembahan. Maka Ibrahim mengingkarinya, sambil mengatakan, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya." (Al Anbiya': 52-53)
Yang kedua, disebutkan oleh Al Qur'an dalam nada memberikan karunia kepada Sulaiman as, yang telah ditundukkan kepadanya angin dan jin yang siap bekerja di sisinya atas seizin Tuhannya. Firman Allah.
"Para jin itu bekerja untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dangedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku)..." (Saba':13)
HUKUM MELUKIS MENURUT SUNNAH NABI
Adapun Sunnah telah dipadati dengan hadits-hadits shahih, yang sebagian besar mencela gambar dan orang-orang yang menggambar, bahkan sebagian hadits-hadits itu sangat keras dalam melarang dan mengharamkan serta memberikan ancaman kepada mereka, sebagaimana tidak boleh mengambil dan memasang gambar-gambar itu di rumah, dan menjelaskan bahwa malaikat tak mau masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambarnya.
Malaikat merupakan penyebab datangnya rahmat Allah SWT, ridha dan berkah-Nya. Maka apabila dia tidak mau masuk ke dalam rumah, itu berarti bahwa pemilik rumah itu tidak mendapatkan rahmat, ridha dan berkah dari Allah SWT.
Barangsiapa yang merenungkan makna hadits-hadits mengenai lukisan -dan tindakan memasangnya- serta memperbandingkan antara yang, satu dengan yang lainnya, maka akan jelas bahwa larangan, pengharaman dan ancaman di dalam hadits-hadits itu tidak asal-asalan. Tidak pula apriori, tetapi dibelakanganya ada sebab dan alasan, tujuan yang jelas di mana syara' sangat memelihara dan mewujudkannya.
Menggambar sesuatu yang diagungkan dan dikultuskan
Sebagian gambar (patung) dimaksudkan untuk mengagungkan yang digambar. Ini pun bertingkat-tingkat, dari sekedar peringatan sampai ke tingkat pengkultusan, bahkan sampai pada beribadah kepadanya.
Sejarah watsanniyat (keberhalaan) membuktikan bahwa mereka berawal dari pembuatan gambar atau patung untuk kenang-kenangan, tetapi kemudian sampai pada tingkat pengkultusan dan beribadah.
Ahli tafsir menjelaskan tentang firman Allah SWT melalui lisan Nuh AS, "Dan mereka berkata, "Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwa', yaghuts, ya'uq dan nasr." (Nuh: 23) "Bahwa nama berhala yang telah disebutkan dalam ayat tersebut semula adalah nama-nama orang-orang shalih, tetapi ketika mereka meninggal dunia, syetan membisiki kaum mereka agar memasang di majelis-majelis mereka dan menamakan mereka dengan namanya. Maka kaum itu pun melakukannya. Semula tidak disembah, tetapi setelah generasi mereka hancur dan ilmu telah dilupakan, ketika itulah patung-patung tersebut disembah." (HR. Bukhari)
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW sakit beliau menyebutkan kepada sebagian isterinya, bahwa ada gereja yang diberi nama "MARlA." Saat itu Ummu Salamah dan Ummu Habibah datang ke bumi Habasyah, maka keduanya menceritakan bagusnya gereja itu dan di dalamnya terdapat patung-patung. Maka Rasulullah SAW mengangkat kepalanya, lalu mengatakan, "Mereka itu apabila ada orang di kalangan mereka yang mati mereka membangun masjid di kuburannya, kemudian mereka meletakkan gambar patung di atasnya, mereka itulah seburuk-buruk makhluk Allah." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Satu hal yang dimaklumi bahwa gambar-gambar patung itu adalah yang paling laku di kalangan orang-orang kafir watsaniyah. Sebagaimana terjadi pada kaum Nabi Ibrahim, di kalangan masyarakat Mesir kuno, bangsa Yunani, Rumawi dan India sampai hari ini.
Kaum Nasrani ketika berada di bawah kekuasaan Konstantinopel Imperium Rumawi telah banyak dimasuki oleh ornamen-ornamen watsaniyah dari Rumawi.
Barangkali sebagian hadits yang mengancam keras terhadap gambar adalah dimaksudkan untuk mereka yang membuat tuhan-tuhan palsu dan sesembahan yang beraneka ragam di kalangan ummat yang bermacam-macam, demikian itu seperti haditsnya Ibnu Mas'ud RA, marfu':
"Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya di sisi Allah adalah orang-orang yang menggambar." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Imam Nawawi berkata, "Ini dimaksudkan bagi orang yang membuat patung untuk disembah, dia adalah pembuat berhala dan sejenisnya. Ini adalah kafir yang sangat berat siksanya. Ada juga yang mengatakan, "Ini maksudnya adalah untuk mengungguli ciptaan Allah SWT dan ia meyakini hal itu, maka ini kafir yang lebih berat lagi siksanya daripada orang kafir biasa, dan siksanya bertambah karena bertambah buruknya kekufuran dia." 26)
Sesungguhnya Imam Nawawi mengemukakan hal tersebut, padahal dia termasuk orang-orang yang keras di dalam mengharamkan gambar dan pembuatannya. Karena tidak terbayangkan menurut tujuan syari'i bahwa tukang gambar biasa itu lebih berat siksanya daripada orang yang membunuh, berbuat zina, peminum khamr, pemakan riba dan pemberi saksi palsu dan yang lainnya dari orang-orang yang berbuat dosa-dosa besar dan kerusakan.
Masyruq pernah meriwayatkan hadits Ibnu Mas'ud -yang telah disebutkan- ketika dia dan temannya masuk ke sebuah rumah yang di dalamnya ada patung-patung, maka Masruq berkata, "Ini adalah patung-patung Kisra," temannya berkata pula, "Ini adalah patung-patung Maryam," maka kemudian Masruq meriwayatkan haditsnya.
Menggambar Sesuatu yang dianggap termasuk Syi'ar Agama Lain
Yang lebih mendekati dari jenis pertama adalah gambar yang menunjukkan syi'ar agama tertentu selain agama Islam. Seperti salib menurut orang-orang Nasrani, maka setiap gambar yang berbentuk salib itu diharamkan, dan wajib bagi seorang Muslim menghilangkannya.
"Aisyah RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak membiarkan di rumahnya sesuatu yang berbentuk salib kecuali merusaknya (HR. Bukhari)
Mengungguli Ciptaan Allah
Mengungguli ciptaan Allah SWT, dengan pengakuan bahwa ia juga menciptakan seperti Allah SWT. Yang jelas hal ini terkait erat dengan tujuan (motivasi) dari pelukisnya. Meskipun ada juga yang berpendapat bahwa setiap orang yang menggambar itu berarti merasa mengungguli ciptaan Allah.
'Aisyah RA meriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda, "Manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang mengungguli ciptaan Allah." (Muttafaqun 'alaih)
Ancaman yang keras ini memberi satu pengertian bahwa mereka itu bermaksud mengungguli ciptaan Allah. Inilah makna yang dikemukakan oleh Imam Nawawi di dalam syarah Muslim, karena tidak bermaksud demikian kecuali orang yang kafir.
Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman (dalam hadits qudsi), "Siapakah yang lebih menganiaya daripada orang yang pergi untuk mencipta seperti ciptaanku (melukis), maka hendaklah mereka menciptakan jagung, dan hendaklah menciptakan biji-bijian, atau hendaklah menciptakan gandum." (Muttafaqun 'alaih)
lni menunjukkan kesenjangan dan maksud untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Inilah rahasia tantangan Allah SWT terhadap mereka pada hari kiamat, saat dikatakan kepada mereka, "Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan!," ini perintah untuk melemahkan, sebagaimana pendapat ahli ushul.
Gambar atau Lukisan Termasuk Fenomena Kemewahan
Jika gambar itu di jadikan sebagai sarana kemewahan, maka ini termasuk yang tidak diperbolehkan. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW di rumahnya.
'Aisyah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW pernah keluar dalam peperangan, maka 'Aisyah pernah memasang kain untuk tutup (gorden) di pintunya. Ketika Nabi SAW datang, beliau melihat penutup itu, maka Rasulullah SAW menarik dan merobeknya, kemudian bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita untuk memberi pakaian batu atau tanah liat." 'Aisyah berkata, "Maka kami memotongnya dari kain itu untuk dua bantal dan kami isi bantal itu dengan kulit pohon yang tipis kering, maka beliau tidak mencela itu kepadaku ." (Muttafaqun 'alaih)
Keterangan seperti dalam hadits ini "Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita," berarti itu tidak wajib dan tidak sunnah, tetapi lebih menunjukkan makruh tanzih. Sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi (di dalam syarah Muslim), bahwa rumah Rasulullah SAW haruslah menjadi uswah dan teladan bagi manusia untuk dapat mengatasi keindahan dunia dan kemewahannya.
Ini dikuatkan oleh hadits Aisyah lainnya, beliau mengatakan, "Kami pernah mempunyai gorden yang bergambar burung, sehingga setiap orang yang mau ke rumah kami, dia selalu melihatnya (menghadap). Maka Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Pindahkan gambar ini, sesungguhnya setiap aku masuk (ke rumah ini) aku melihatnya, sehingga aku ingat dunia." (HR. Muslim)
Di dalam hadits lain juga diriwayatkan oleh Qasim bin Muhammad, dari 'Aisyah ra, sesungguhnya 'Aisyah pernah mempunyai baju yang ada gambarnya yang dipasang di pintu, dan Nabi kalau shalat menghadap gambar itu. Maka Nabi bersabda, "Singkirkan dariku, 'Aisyah berkata, "Maka aku singkirkan dan aku buat untuk bantal."
Ini semuanya menunjukkan bahwa kemewahan dan kenikmatan, termasuk makruh, bukan haram, tetapi Imam Nawawi mengatakan. "Ini difahami sebelum diharamkannya mengambil gambar, oleh karena itu Nabi SAW masuk melihatnya, tetapi tidak mengingkarinya dengan keras." (Syarah Muslim)
Artinya Imam Nawawi berpendapat bahwa hadits-hadits yang zhahirnya haram itu menasakh (menghapus) terhadap hadits ini tetapi nasakh ini tidak bisa ditetapkan sekedar perkiraan. Karena penetapan nasakh seperti ini harus didukung oleh dua syarat; pertama, benar-benar terjadi pertentangan antara dua nash, yang tidak mungkin dikompromikan di antara keduanya, padahal masih mungkin dikompromikan, yaitu dengan maksud bahwa hadits-hadits yang mengharamkan itu artinya mengungguli ciptaan Allah SWT atau khusus untuk gambar yang berbentuk (yang memiliki bayangan).
Yang kedua, artinya harus mengetahui mana yang terakhir dari nash itu, padahal tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa yang diharamkan itu yang terakhir. Bahkan menurut pendapat Imam Thahawi di dalam kitab "Musykilul Atsar" sebaliknya, di mana mula-mula Islam sangat hersikap keras dalam masalah gambar, karena masih berdekatan dengan masa jahiliyah, kemudian diberikan keringanan untuk gambar-gambar yang tidak berbentuk, artinya yang menempel di kain dan lainnya.
Di dalam hadits lainnya 'Aisyah RA meriwayatkan bahwa ia membeli bantal kecil yang bergambar, maka ketika Rasulullah SAW melihatnya lalu berdiri di hadapan pintu, tidak mau masuk. Kata 'Aisyah, "Aku melihat dari wajahnya ketidaksukaan." Maka aku berkata, "Wahai Rasululiah SAW, aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, dosa apakah yang aku lakukan?," maka Nabi bersabda, "Untuk apa bantal kecil ini?" saya menjawab, "Saya membelinya untukmu agar engkau bisa duduk di atasnya dan bisa engkau tiduri," maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, "Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan."
Rasulullah SAW juga bersabda, "Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar, tidak dimasuki malaikat." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
26) Syarah Nawawi'Ala Muslim: 14/91
BEBERAPA RENUNGAN TENTANG FIQIH HADITS
Dalam suasana itu ketika seni menggambar sudah ada sejak masa kenabian, terdapat sebagian hadits-hadits yang mengharamkan. Tidak heran jika hadits-hadits itu bersikap keras dalam masalah tersebut, meskipun kekerasan di dalam membuat gambar itu lebih banyak daripada kekerasan mengambilnya, karena sebagian gambar yang diharamkan untuk membuatnya diperbolehkan untuk menggunakannya. Dalam hal ini untuk penggunaan yang sepele, seperti untuk gorden, bantal dan lainnya sebagaimana yang kita baca dalam haditsnya 'Aisyah.
Dan di antara hadits yang diriwayatkan mengenai larangan menggambar adalah hadits yang diriwayatkan oleh Shahihain dari Ibnu Abbas, marfu', "Setiap pelukis itu di neraka, yang akan menjadikan nyawa untuk setiap gambar yang ia buat, lalu akan menyiksanya di neraka Jahanam."
Di dalam riwayat Imam Bukhari dari Sa'id bin Abil Hasan ia berkata, "Aku pernah berada di sisi Ibnu Abbas ra, tiba-tiba datang kepadanya seorang laki-laki maka orang itu berkata, "Wahai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku ini adalah seseorang yang sumber ma'isyah saya dan kerajinan tanganku, dan sesungguhnya aku tukang membuat lukisan-lukisan ini." Maka Ibnu Abbas berkata, "Saya tidak akan berbicara denganmu kecuali dengan apa yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW beliau bersabda. "Barangsiapa melukis suatu gambar, sesungguhnya Allah akan menyiksanya, sehingga akan diberikan nyawa padanya, sementara dia tidak bisa meniupkan ruh ke dalamnya selama-lamanya. Maka orang itu kemudian merasa sakit hati. Berkata Ibnu Abbas, "Celaka kamu, jika kamu tetap tidak mau kecuali harus membuat juga, maka buatlah gambar pohon, dan segala sesuatu yang tidak bernyawa."
Imam Muslim meriwayatkan dari Hayyan bin Hushain, ia berkata, "Berkata kepadaku Ali bin Abi Thalib RA, "Saya akan menyampaikan sesuatu kepadamu sebagaimana Rasulullah SAW telah menyampaikan sesuatu padaku, yaitu hendaklah kamu tidak membiarkan gambar kecuali kamu menghapusnya. dan tidak membiarkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan."
Imam Muslim juga meriwayatkan dari 'Aisyah ra, ia berkata, Jibril pernah berjanji kepada Rasulullah SAW bahwa ia akan datang pada suatu saat yang ditentukan. Maka tibalah saat yang ditentukan itu, tetapi Jibril belum juga tiba. Saat itu Nabi memegang tongkat, maka tongkat itu dilemparkan oleh Nabi dari tangannya, seraya berkata, "Allah dan para utusan-Nya tidak akan mengingkari janji," kemudian Nabi berpaling, ternyata ada anak anjing di bawah tempat tidur, maka Nabi berkata, "Wahai 'Aisyah, kapan anjing ini masuk?" Aisyah berkata, "Demi Allah saya tidak tahu, maka Nabi memerintah untuk mengeluarkan anak anjing itu, sehingga datanglah Jibril. Maka Rasulullah SAW berkata, "Engkau telah berjanji kepadaku, maka aku duduk menunggumu, tetapi kamu tidak kunjung datang!" Jibril berkata, "Telah mencegahku anjing yang ada di rumahmu, sesungguhnya kami tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung)" (HR. Muslim)
Dengan demikian maka kita mengetahui sesungguhnya ada sejumlah hadits yang membahas tentang menggambar dan gambarnya. Bahkan sedikit, sebagaimana anggapan sebagian ulama yang menulis tentang demikian itu, sungguh telah diriwayatkan oleh sejumlah para sahabat, di antaranya adalah Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, 'Aisyah, Ali, Abu Hurairah yang kesemuanya adalah shahih.
Telah terjadi ikhtilaf (beda pendapat) di kalangan fuqaha' mengenai masalah menggambar ini berdasarkan hadits-hadits tersebut, dan yang paling keras adalah Imam Nawawi yang telah mengharamkan setiap gambar yang bernyawa, baik manusia atau binatang, baik yang berbentuk atau tidak, baik dijadikan sebagai profesi atau tidak. Tetapi beliau memperbolehkan gambar yang dijadikan sebagai profesi untuk dipergunakan, meskipun pekerjaan menggambarnya tetap haram, seperti orang yang menggambar di gorden, bantal atau yang lainnya.
Akan tetapi para fuqaha' salaf sebagian ada yang mengatakan bahwa pengharaman itu khusus untuk gambar yang berbentuk, yang ada bayangannya, inilah yang dinamakan patung, karena ini mirip dengan berhala-berhala. Dan ini pula yang dianggap mengungguli ciptaan Allah SWT, karena makhluk yang dicipta oleh Allah itu berbentuk. Allah SWT berfirman,
"Dialah yang membentuk (memberi rupa) kamu di dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya." (Ali Imran: 6)
Pendapat ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Khaththabi, kecuali yang berlebihan, seperti gambar-gambar yang diperjualbelikan berjuta-juta dan lain sebagainya.
Dikecualikan dari gambar yang berbentuk adalah mainan anak-anak seperti boneka yang berbentuk orang, kucing, anjing atau kera, karena itu tidak dimaksudkan untuk diagungkan, dan anak-anak biasanya bermain-main dengan itu.
Dasar dari hal itu adalah hadits 'Aisyah ra, bahwa ia pernah bermain-main dengan boneka teman-temannya, dan Nabi merasa gembira dengan kedatangan mereka.
Termasuk yang dikecualikan adalah patung-patungan atau gambar yang dibuat dari manisan atau permen dan diperjualbelikan pada musim-musim tertentu, kemudian setelah itu dimakan.
Termasuk juga yang dikecualikan adalah patung-patung yang sudah dirusak bentuknya seperti dipotong kepalanya, sebagaimana tersebut di dalam hadits Jibril as, ia berkata kepada Rasulullah SAW "Perintahkan agar kepala patung itu dipenggal sehingga seperti bentuk pohon"
Adapun patung-patung setengah badan yang dipasang di alun-alun atau di tempat lainnya yaitu patung raja-raja dan para pemimpin, itu tidak keluar dari lingkup larangan, karena masih tetap diagungkan.
Cara Islam di dalam mengabadikan sejarah para pembesar dan para pahlawan itu berbeda dengan cara Barat. Islam mengabadikan mereka dengan penyebutan yang baik, dan sirah (perjalanan hidup) yang baik yang di sampaikan oleh generasi masa lalu kepada generasi kini untuk dijadikan sebagai teladan dan uswah. Dengan demikian para Nabi, sahabat, Imam, pahlawan dan orang-orang rabbani disebut-sebut oleh lesan kita, meskipun tidak di gambar atau dijadikan patung kemudian di pasang di jalan-jalan.
Karena berapa banyak patung-patung yang tidak dikenal oleh manusia, siapakah sebenarnya tokoh yang dipatungkan itu. Seperti contohnya patung "Ladzu Ghali" di jantung Kairo Mesir. Dan berapa banyak patung-patung yang dilewati oleh manusia tetapi justru dilaknat oleh manusia itu sendiri.
GAMBAR FOTOGRAFI
Tidak diragukan lagi, bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan menggambar dan melukis yang dilarang adalah tertuju pada gambargambar yang dipahat atau dilukis, sebagaimana yang telah kami terangkan.
Adapun fotografi yang diambil dengan kamera, itu termasuk barang baru yang di masa Rasulullah SAW belum ada, juga di masa salafus shalih. Apakah itu juga termasuk larangan yang dimuat dalam hadits-hadits tersebut di atas?
Bagi para ulama yang mengharuskan larangan itu pada patung-patung yang berbentuk, maka ini tidak termasuk yang diharamkan, terutama yang tidak utuh sempurna (satu badan).
Adapun pendapat ulama lainnya, apakah fotografi itu disamakan dengan lukisan ataukah tidak--karena alasan untuk mengungguli ciptaan Allah--di sini tidak ada, sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ushul.
Sesungguhnya pendapat yang jelas dalam hal ini adalah apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad Bakhit (Mufti Mesir) dalam risalahnya "Al Jawaabusy-Syafi fi lbaahatit-Tashwir Al Futugrafi." Bahwa sesungguhnya fotografi itu adalah pengambilan gambar yang sudah ada. Dia tidak termasuk membuat gambar yang dilarang, karena yang dilarang adalah membuat gambar yang semula belum ada atau belum dibuat sebelumnya untuk mengungguli ciptan Allah SWT. Hal ini tidak ada pada pengambilan gambar dengan alat kamera."
Ini sebagaimana telah menjadi ketetapan suatu hukum, bahwa esensi gambar itu mempunyai pengaruh di dalam menentukan hukum haram dan tidaknya. Dan tidak ada seorang Muslim pun yang tidak setuju haramnya gambar yang esensinya bertentangan dengan masalah aqidah atau syari'at dan akhlaq. Seperti gambar-gambar wanita telanjang atau setengah telanjang, menampakkan bagian-bagian tubuh wanita yang merangsang, melukis dan menggambarnya di berbagai tempat yang merangsang syahwat dan membangkitkan keinginan terhadap dunia, sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat kabar dan gedung-gedung film. Semua itu tidak diragukan keharamannya dan keharaman menggambarnya, keharaman mengedarkan gambar-gambar tersebut, keharaman memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, majalah-majalah, dan dinding, serta keharaman melihat gambar tersebut.
Termasuk foto yang diharamkan adalah foto-foto atau gambar orang-orang kafir, orang-orang zhalim dan orang-orang fasik, dan wajib bagi seorang Muslim untuk memusuhi mereka dan membenci mereka karena Allah. Maka tidak halal bagi seorang Muslim untuk menggambar atau mengambil gambar seorang pemimpin yang mengingkari wujudnya Allah atau orang musyrik yang menyekutukan Allah. Atau orang Yahudi atau Nasrani yang mengingkari kenabian Muhammad SAW. Atau orang-orang yang mengaku Islam tetapi tidak berhukum pada apa yang diturunkan Allah. Atau orang yang menyebarkan kemaksiatan dan kerusakan di masyarakat.
Termasuk juga gambar-gambar yang melambangkan kekafiran seperti simbol-simbol, berhala-berhala dan lain-lainnya.
KESIMPULAN HUKUM TENTANG GAMBAR (LUKISAN) DAN PARA PELUKISNYA
Di sini bisa kita simpulkan mengenai hukum lukisan dan para pelukisnya secara ringkas sebagai berikut:
A. Jenis lukisan (gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
B. Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
C. Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempat-tempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
D. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
E. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisan-lukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orang-orang zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
F. Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
G. Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
H. Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
I. Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
BEBERAPA MODEL PENAKWILAN
Di antara para ulama, ada sebagian yang mencoba menakwilkan hadits-hadits shahih tentang haramnya gambar dan mengambilnya agar mereka bisa mengatakan itu semua diperbolehkan, sampai yang berbentuk sekalipun.
Sebagaimana yang diceritakan oleh Abu 'Ali Al Farisi di dalam tafsirnya, dari orang yang memahami bahwa kata-kata "Al Mushawwirin" dalam hadits tersebut maksudnya adalah orang-orang yang membuat gambar yang berbentuk, yang menyerupai ciptaan Allah SWT. Ini dikemukakan oleh Abu Ali Al Farisi di dalam kitabnya Al Hujjah. Pendapat ini berlebihan dan tidak kuat.
Sebagaimana juga orang yang menyandarkan kepada apa yang diperbolehkan bagi Sulaiman AS, yang disebutkan dari dalam Al Qur'an sebagai berikut,
"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dan gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung. . ." (Saba': 1 3)
Mereka yang berpendapat demikian ini tidak menyertakan nasakhnya dalam syari'at kita bahwa dia telah dimansukh (dihapus). Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja'far An-Nahhas, dan setelah itu diceritakan juga oleh Makky dalam tafsirnya "Al Hidayah ila Bulughin-Nihaayah."
Seperti juga orang (ulama) yang memahami larangan di sini sekedar makruh, dan sesungguhnya kekerasan hukum itu teriadi ketika manusia masih dekat dengan masa jahiliyah, padahal sekarang kondisinya telah berubah.
Pendapat ini bathil, karena saat ini masih banyak orang yang beragama Watsani, bahkan berjuta-juta jumlahnya. Memang pendapat ini pernah dikatakan oleh ulama sebelum mereka, tetapi dicounter oleh Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, bahwa pendapat ini tidak benar karena dia menghilangkan alasan yang dikemukakan oleh syari' (hadits), yaitu mereka telah mengungguli ciptaan Allah SWT. Ibnu Daqiq mengatakan, "Alasan ini berlaku secara terus-menerus secara umum, tidak dibatasi oleh masa, dan bukan wewenang kita untuk mengalihkan makna nash-nash yang jelas dengan makna yang bersifat khayalan." 27)
Yang jelas bahwa pendapat ini tidak bisa memberi kepuasan kepada akal seorang Muslim, selain itu tidak sesuai dengan peradaban Islam dan kehidupan yang Islami, meskipun hal itu dilakukan oleh sebagian manusia di sebagian negara, sebagaimana yang kita lihat di Istana Merah di Granada, Andalusia (Spanyol).
27) Lihat Al Ahkam Syarah 'Amdatul Ahkam, Ibnu Daqaiq Al 'Id: 2/171, 173
ALTERNATIF UMUM BAGI PERADABAN ISLAM
Akan tetapi budaya Islam tidak menghendaki adanya gambar-gambar manusia dan binatang, terutama yang berbentuk dan telanjang. Yang dikehendaki adalah yang selain itu (yang tidak bernyawa) dan sesuai dengan aqidah tauhid, bukan yang berbentuk dan identik dengan patung-patung yang disembah, dengan segala macamnya dan tingkatannya.
Dari sinilah maka seni Islam itu beralih kepada bentuk lain yang juga sangat indah dan menarik, seperti yang nampak pada lukisan-lukisan kaligrafi dan hiasan-hiasan yang dibuat oleh seniman Muslim. Sebagaimana terlihat di masjid-masjid, mushaf, gedung-gedung, rumah-rumah dan tempat lainnya di dinding, atap, pintu dan jendela. Bahkan kadang-kadang di lantai dan pada alat-alat perkakas rumah tangga, sprei, sarung bantal, pakaian dan gagang pedang. Dengan menggunakan bahan-bahan dari batu, marmer, kayu, semen, kulit, kaca, kertas, besi, tembaga dan bahan tambang lainnya, yang beraneka ragam.
Termasuk lukisan/hiasan yang menarik adalah kaligrafi Arab dengan berbagai model, tsuluts, naskh, riq'ah, farisi, diwani, kufi dan lainnya. Kaligrafi itu ditulis oleh para khathath (ahli khat) yang ahli, sehingga terlihat sangat indah dan menarik.
Seni kaligrafi dan hiasan itu banyak dipergunakan untuk penulisan mushaf Al Qur'an dan ornamen di masJid-masjid, sebagaimana yang masih bisa kita lihat di Masjid Nabawi, Masjid Qubbatus-Sakhrah (Palestina) Masjid Jami' Al Umawi di Damascus Syiria, Masjid Sultan Ahmad dan Maslid As-Sulaimaniyah di Istanbul Turki, Masjid Sultan Hasan dan Jami' Muhammad Ali di Kairo dan masih banyak lagi masjid di seluruh penjuru dunia Islam yang lainnya.
Terlihat juga seni Islam di bangunan-bangunan megah. Ada ahli sejarah yang mengatakan, "Sesungguhnya seni bangunan itu sebaik-baik yang menampilkan tentang seni Islam, dan ini telah terbukti di berbagai tempat, seperti yang ada di India, ada satu tempat yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang menggambarkan keindahan arsitektur Islam, itulah "Taj Mahal."
Demikianlah, dilarangnya melukis dan memahat (makhluk hidup) tidak menjadi penyebab terpuruknya dunia seni Islam. Bahkan menjadikan seni Islami memiliki ciri khas yang menarik dan keindahan tersendiri.
3 komentar:
tapi kok masih ada ya yang mengharamkan kaligrafi islam
Yg dimaksud hanya dipajang utk hiasan, sedangkan mushaf al qurannya tdk disentuh.Kadang2 para salafi tdk membahas sisi yg lengkap hanya sisi keharamannya. Berarti larangannya tdk bersifat umum. Itu hanya ijtihad saja. Memang sepantasnya kaligrafi ditempat tempat yg baik dan sopan.
Yang dimaksud mengagungkan bagaimana??
Post a Comment